Solusi Sampah dan Nasib Honorer Jadi Fokus DPRD Parigi Moutong

oleh -21 Dilihat
oleh
Ilustrasi sampah. Foto: Istimewa

PARIMO, KONTEKS SULAWESI Krisis sampah yang melanda ibu kota Kabupaten Parigi Moutong akibat mogok kerja petugas kebersihan, ternyata membuka mata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat akan dua persoalan krusial sekaligus.

Meliputi, penanganan sampah yang tidak efektif dan kejelasan status tenaga honorer. Dua pimpinan DPRD Parigi Moutong pun menanggapi serta membawa angin segar solusi yang diharapkan mampu menuntaskan kedua masalah tersebut.

Wakil Ketua I DPRD Parigi Moutong, Suyutin Budianto Tongani, melihat permasalahan sampah ini sebagai momentum untuk perubahan mendasar. Alih-alih terus mengandalkan sistem pengelolaan konvensional, Suyutin mengusulkan langkah berani dengan menyerahkan tanggung jawab pengelolaan sampah kepada pihak ketiga yang dinilai lebih profesional dan berkomitmen.

“Kita harus berani mengambil langkah out of the box. Memberikan kewenangan pengelolaan sampah kepada pihak ketiga yang kompeten bukan hanya menyelesaikan masalah penumpukan sampah yang meresahkan warga, tetapi juga berpotensi menghasilkan pendapatan bagi daerah melalui retribusi,” tegas Suyutin, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (9/1/2025).

Lebih lanjut, Suyutin menyoroti akar permasalahan mogok kerja para petugas kebersihan, yang ternyata dipicu oleh kekecewaan sejumlah tenaga honorer kategori II (THK II) yang gagal dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Menurutnya, insiden ini menjadi alarm bagi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Parigi Moutong, untuk lebih serius dalam menangani nasib para tenaga honorer.

Senada dengan Suyutin, Ketua DPRD Parigi Moutong, Alfret M. Tonggiroh, juga menyoroti persoalan tenaga honorer yang melilit berbagai instansi di Parigi Moutong. Ia mendesak BKPSDM untuk mengambil langkah proaktif dengan berkirim surat resmi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tujuannya adalah mencari solusi konkret bagi para THK II yang belum lulus dan juga tenaga teknis di bidang lain yang juga memiliki kontribusi signifikan, seperti logistik bencana di Dinas Sosial.

“BKPSDM jangan hanya menunggu. Mereka harus aktif menjemput bola ke BKN untuk mencari jalan keluar terbaik. Kita ingin BKN memberikan jawaban tertulis yang jelas, sehingga para honorer yang telah terdata memiliki harapan untuk lulus seleksi PPPK di tahun 2025,” ujar Alfret.

Alfret menambahkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) terkait persoalan ini. Ia menekankan bahwa daerah memiliki kebutuhan spesifik akan tenaga-tenaga ahli di berbagai bidang, dan seharusnya BKN dapat mengakomodir hal tersebut dalam proses rekrutmen PPPK.

Sebagai langkah konkret, DPRD Parigi Moutong berencana menggelar rapat koordinasi dengan BKPSDM dalam waktu dekat. Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang komprehensif bagi para tenaga honorer yang belum berhasil lulus seleksi.

Tak hanya itu, Alfret dan Suyutin kompak meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong untuk memberikan pendampingan yang terstruktur kepada seluruh tenaga honorer. Mereka menekankan bahwa perjuangan para honorer tidak boleh dilakukan secara individual, melainkan harus ada dukungan penuh dari pemerintah daerah.

“Urusan PPPK ini adalah kewajiban pemerintah daerah, karena alokasi anggarannya untuk kesejahteraan mereka sudah jelas tercantum dalam Dana Alokasi Umum (DAU) Parigi Moutong sebesar Rp163 miliar,” pungkasnya.*/Andi Riskan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *