Sudah Sepakat Damai, Remaja di Moutong Tetap Jalani Proses Hukum

oleh -20 Dilihat
oleh
Polres Parigi Moutong. Foto: KONTEKSSULAWESI/Abdul Farid

PARIMO, KONTEKS SULAWESIKecelakaan lalu lintas (Lakalantas) yang berlangsung di Jalan Trans Sulawesi, Desa Moutong Timur, dan mengakibatkan salah satu korban meninggal dunia, mengharuskan Seorang remaja berusia 14 tahun inisial FK warga Desa Moutong Selatan, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), menjalani proses hukum.

Perkara tersebut sebelumnya telah melalui proses mediasi yang menghasilkan kesepakatan penyelesaian secara kekeluargaan, dan tidak akan melakukan tuntutan dikemudian hari

Mediasi secara kekeluargaan ini, berlangsung di kediaman korban di Desa Dedewulo, Kecamatan Popayato Barat, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, dan diketahui oleh Kepala Desa Dedewulo, Sufan Pakaya. Dimana, beliau juga turut serta membubuhi tandatangan dalam surat kesepakatan tersebut.

“Setelah kecelakaan, anak kami langsung di bawah ke Polsek Moutong. Beberapa hari kemudian, keluarga korban datang dan menyampaikan, kalau mereka sudah menerima dengan Ikhlas dan tidak ada lagi tuntutan kedepannya, serta meminta anak saya dikeluarkan dari penahanan,” ungkap Ninik Sulistyawati, selaku ibu kandung FK, di Parigi, Rabu (30/4/2025).

Ia mengungkapkan, bahwa dalam surat kesepakatan yang dibuat oleh oleh Pemerintah Desa Dedewulo, memuat pernyataan ikhlas dari keluarga korban, mereka juga meminta santunan seikhlasnya kepada pihak Ninik. Atas permintaan tersebut, Ninik mengaku hanya mampu menyanggupi sebesar Rp500 ribu.

“Kami sudah berusaha mencari uang, dan kami dapatnya hanya Rp500 ribu. Itu sudah yang kami serahkan ke pihak korban, dan dibuatkan surat pernyataan,” ungkapnya. 

Ninik menjelaskan, meski telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, ternyata FK tidak dapat dibebaskan dari penahanan Polsek Moutong. Berdasarkan alasan salah satu personil kepolisian, kasus tersebut berhubungan dengan nyawa manusia.

“Kanitnya bilang belum bisa dibebaskan. Walau dipihak keluarga urusannya sudah selesai, hukum tetap berjalan, karena menyangkut nyawa, bahkan kanitnya minta saya menghadirkan kelurga korban, karena dia mau dengar sendiri, bahwa mereka (kelurga korban) sudah ikhlas. Setelah itu, saya hubungilah keluarga pelaku, untuk datang ke Polsek Moutong,” bebernya.

Tentunya, Ninik sebagai orang tua FK, terus berupaya agar anaknya mendapat status tahanan luar, sebagaimana telah terjadi kesepakatan perdamaian dengan pihak keluarga korban. Namun, permintaan itu ditolak oleh Polsek Moutong, dengan alasan akan membahayakan nyawa FK. Sebab, pihak Polsek Moutong menduga, masih adanya kemungkinan keberatan dari pihak keluarga korban lainnya.

Belakangan, kata Ninik, dugaan Polsek Moutong pun benar adanya, karena masih terdapat keluarga korban yang merasa keberatan dengan persoalan itu. Hal ini membuat Ninik segera mendatangi rumah korban, dan keluarga yang merasa keberatan kembali menuntut ganti rugi sebesar Rp15 juta, meskipun santunan dari Jasa Raharja akan dicairkan sebesar Rp50 juta.

“Kami ini orang susah, sehingga tidak mampu menyanggupinya. Sebesar Rp500 ribu saja kami susah cari uang. Saya bingung mau cari kemana lagi,” ungkapnya.

Setelah beberapa hari kemudian, nominal ganti rugi atau santunan yang dibebankan keluarga korban turun menjadi Rp3 juta. Ninik pun menyampaikan, bahwa pihaknya menyanggupi hal tersebut dengan catatan pembayaran dilakukan secara berangsur.

Kemudian keesokan harinya, hasil kesepakatan itu pun dibawa ke Polsek Moutong. Akan tetapi, keluarga korban kembali menuntut ganti rugi sebesar Rp15 juta. Ninik pun lagi-lagi mengaku tidak sanggup membayar, dan tetap dengan tawaran santunan sebesar Rp3 juta.

“Keluarga korban masih tetap minta Rp15 juta, akhirnya saya bilang biar saya ikuti saja jalur hukum, saya tidak mampu bayar,” tuturnya.

Setelah itu, tiba-tiba seorang personel Polsek Moutong menanyakan kesanggupan ibu kandung FK. Bahkan mengatakan kepada beliau, jika penyelesaian tidak dapat diangsur serta harus segera dibayarkan saat itu juga.

“Kanitnya bilang, saya tidak mau bertele-tele. Jadi saya (ibu kandung korban) cari uang sampai sore, dapatnya Rp1 juta. Setelah uang itu saya serahkan, dibuatlah pernyataan saat itu dengan pihak keluarga korban. Bahwa tidak ada lagi dendam, kami difoto juga, intinya selesai,” imbuhnya.

Sayangnya, Ninik harus kembali mengalami kekecewaan, karena dua kali proses kesepakatan damai yang mereka lalui, tak jua dapat membebaskan anaknya dari penahanan Polsek Moutong.

“Jadi saya kira sudah selesai di situ. Saya tanya, anak saya Pak? Kanitnya bilang anak ibu belum, pihak keluarga sudah, tapi hukum tetap berjalan, walaupun dia di bawah umur, tapi ini nyawa,” ungkapnya.

Lagi-lagi, Ninik berupaya meminta agar diselesaikan di tingkat Polsek Moutong saja, mengingat anaknya yang masih di bawah umur. Tetapi, permintaan ditolak dan seorang personel di Polsek Moutong menyarankan untuk mendekati penyidik Polres Parimo, ketika penanganan kasus di limpahkan.

“Jadi saya tanya, memang kalau sampai begitu mahal Pak? Jadi kanitnya menjawab, begini ya bu, saya kasih gambaran, ibu siapkan saja Rp10 juta. Saya terdiam, setelah itu kami diberikan surat pemanggilan pemeriksaan di Polres Parmout,” kata dia.

Lanjutnya, jika dana Rp10 juta bisa terpenuhi di Polres Parimo, maka kasus akan selesai dan langsung keluar dengan satu paket sepeda motor yang digunakan anaknya serta korban. Hingga pada akhirnya, Ninik dan FK pun memenuhi panggilan Polres Parimo, yang dibantu seorang personel Polsek Moutong pada 27 April 2025.

“Kami bersama polisi Polsek Moutong berangkat dari sore, tiba pada 28 April 2025, sekitar pukul 02.00 WITA. Tapi karena sudah larut, kami menggunggu di pertigaan Desa Toboli, paginya baru ke Polres Parimo,” jelasnya. 

Hingga memasuki hari ketiga berada di Polres Parimo, Ninik dan anaknya belum mendapatkan kepastian dan kejelasan status hukum. Mirisnya lagi, Ninik yang tidak memiliki sanak saudara terdekat, terpaksa harus menempati Teras Masjid yang berlokasi di area Polres Parimo untuk menginap.

“Ini baju terakhir saya yang bersih, semua pakaian sudah kotor. Uang saja sudah mulai menipis. Kami diminta untuk menunggu hingga Kasat Lantas Polres Parimo pulang dari umroh dulu,” ungkapnya. 

Menanggapi itu, Kanit Lakalantas, IPTU Ansar menegaskan, kasus kecelakaan lalu lintas di Desa Moutong Timur masih dalam proses penyelidikan. Ia menyebut, pihaknya tidak melakukan proses penahanan terhadap pelaku yang masih di bawah umur, namun hanya dititipkan di Polsek Moutong.

“Sementara ini, masih dalam tahap pemeriksaan di Polres Parimo. Kita juga tidak lakukan penahanan,” imbuhnya.

Dalam waktu dekat, kata dia, pihaknya akan melakukan gelar perkara, untuk menentukan langkah penanganan kasus selanjutnya. Disamping itu, Ansar pun membenarkan, penanganan kasus terhadap pelaku anak di bawah umur dan orang dewasa berbeda.

Tetapi, karena dalam kasus lakalantas ini, mengakibatkan adanya korban jiwa, sehingga harus dilakukan pemeriksaan didampingi orang tua pelaku. 

“Memang saya lihat ini, sudah ada pernyataan damai. Tapi kami harus melakukan gelar perkara untuk menentukan sikap,” tegasnya.

Terkait saran menyiapkan uang sebesar Rp10 juta yang disampaikan seorang personel Polsek Moutong, ia menegaskan, bahwa Polres Parimo tidak pernah membebankan biaya dalam proses penyelesaian perkara.

“Kalau itu, tidak ada penyampaian kepada kami. Yang jelas, dalam proses penyelesaian perkara tidak ada bayar membayar. Kalau itu, kami belum monitor,” tegas Ansar.

Ia pun menekankan, belum selesainya proses penyelidikan, dikarenakan masih dalam tahap pemeriksaan untuk melengkapi berkas perkara, dan melakukan gelar perkara guna menentukan langkah selanjutnya.

“Kami akan secepatnya menyelesaikan pemeriksaan. Kalau hari ini sudah selesai, silahkan dibawa pulang dulu, dengan catatan orang tua menjamin, sewaktu-waktu dibutuhkan siap datang kembali,” jelasnya.

Sementara itu, Kapolsek Moutong AKP Bobby Ismail membenarkan, adanya kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Namun, Polsek Moutong tidak memiliki kewenanganan untuk menentukan kelanjutan penanganan kasus tersebut, apalagi korbannya meninggal dunia.

“Namanya hilangnya nyawa seseorang harus ada kepastian hukum yang jelas. Surat kesepakatan itu, mungkin sifatnya hanya meringankan. Kecuali proses perdamaiannya ada di Polres, kalau kami Polsek hanya membantu,” jelasnya. 

Selama dalam penanganan, AKP Bobby menilai, keluarga Ninik sangat kooperatif dan membantu keluarga korban saat acara tahlilan. Sehingga, ia menyarankan pihak keluarga Ninik untuk menyampaikan ke Kanit Lakalantas Polres Parimo, agar kasus ini tidak sampai ke tingat persidangan, sebab adanya pernyataan damai antara kedua belah pihak.

Ismail pun membantah, adanya permintaan sejumlah dana dari Polsek Moutong kepada keluarga pelaku dalam kasus tersebut. “Saya tidak paham itu, tetapi setahu saya namanya Lakantas tidak ada permintaan. Kami hanya membantu pemeriksaan, baru di bawah ke Polres. Kalau diantara kedua belah pihak baku minta, silahkan di luar Polsek, kami tidak campuri,” pungkasnya.

Laporan : Andi Riskan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *