AJI Palu Ingatkan Bahaya AI untuk Kebebasan Pers di Bawah Rezim Prabowo-Gibran

oleh -55 Dilihat
oleh
Kegiatan diskusi interaktif bertajuk "Tantangan Kecerdasan Buatan terhadap Kebebasan Pers" yang digelar Aji Palu, bertempat di salah satu hotel di Kota Palu. Sabtu (3/5/2025). Foto: Aji Palu

PALU, KONTEKS SULAWESI Aliansi Jurnalis Independen (Aji) Kota Palu, menyoroti potensi ancaman kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terhadap kebebasan pers, terutama di bawah kepemimpinan rezim Prabowo-Gibran.

Kekhawatiran ini mengemuka, dalam diskusi interaktif bertajuk “Tantangan Kecerdasan Buatan terhadap Kebebasan Pers” yang digelar Aji Palu pada Sabtu (3/5/2025) di salah satu hotel di Kota Palu, sebagai bagian dari peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

Menurut Yardin Hasan, praktisi jurnalisme sekaligus mantan Ketua Aji Palu, AI memiliki dua sisi mata uang bagi jurnalis. Di satu sisi, AI dapat mempermudah kerja-kerja jurnalistik. Namun, di sisi lain, AI berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak berkepentingan untuk mengawasi, menyensor, bahkan memanipulasi fakta yang diungkap oleh jurnalis.

“Orang-orang yang memiliki kepentingan, dapat mempergunakan AI sebagai alat untuk mengawasi bahkan menyensor ataupun memanipulasi fakta-fakta yang diungkap menggunakan kerja-kerja jurnalistik. Hal itu tidak menutup kemungkinan juga dilakukan di rezim Prabowo-Gibran,” ungkapnya.

Yardin mencontohkan tindakan Prabowo yang melarang jurnalis meliput kegiatan di Danantara, sebagai indikasi potensi ancaman terhadap kebebasan pers. Ia menekankan pentingnya etika dalam penggunaan AI oleh jurnalis agar tidak terjadi rekayasa fakta dalam bentuk apapun.

Dalam diskusi ini, turut hadir Akademisi Untad, Stepanus Bo’do dan Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (Amsi) Sulawesi Tengah (Sulteng), Muhammad Iqbal.

Ketua Amsi Sulteng, Iqbal menambahkan, bahwa media digital telah banyak melakukan layoff dan menggantikan peran jurnalis dengan AI karena alasan ekonomi. Meski mengakui manfaat AI bagi jurnalis, ia mengingatkan media untuk bijak dalam mengadopsi teknologi ini.

Senada dengan Yardin, Stepanus Bo’do juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia menilai AI berpotensi menjadi alat pengawas dan sensor informasi, serta dapat digunakan untuk memproduksi misinformasi dan disinformasi.

“Perlu adanya regulasi dan pedoman etika yang kuat terkait penggunaan AI, transparansi media dalam melabeli konten yang dihasilkan dengan bantuan AI, Serta perlindungan bagi media kecil dari dominasi algoritma platform digital,” paparnya.

Sementara itu, Sekretaris Aji Kota Palu, Aldrim Thalara, menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan bagian dari gerakan serentak Aji di 30 kota di Indonesia, untuk membahas isu krusial mengenai ancaman AI terhadap kebebasan pers.

Ia pun menekankan, perlu pemahaman yang baik tentang potensi penyalahgunaan AI bagi jurnalis, mahasiswa, dan masyarakat umum agar dapat membedakan informasi yang kredibel dan informasi yang telah dimanipulasi.

“Kenapa kami pilih tema ini, karena akhir-akhir ini ancaman terhadap kebebasan pers bukan hanya datang dari serangan fisik, tapi juga dari artificial intelligence atau kecerdasan buatan,” tandasnya.*/Andi Riskan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *