PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (5/5/2025) untuk menindaklanjuti pengaduan karyawan buruh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anuntaloko Parigi, terkait dugaan pelanggaran hak pekerja oleh PT. Facility Service Manajemen, perusahaan penyedia jasa yang mempekerjakan mereka.
Rapat yang berlangsung di Kantor DPRD itu menghadirkan sejumlah pihak terkait, termasuk Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, manajemen RSUD Anuntaloko Parigi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Forum Serikat Buruh, Serikat Pekerja, perwakilan buruh, serta manajemen PT. Facility Service Manajemen.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap keluhan para buruh mengenai tidak terpenuhinya hak-hak normatif mereka, termasuk jaminan sosial dan kesejahteraan kerja.
Komisi IV DPRD berupaya mendengarkan klarifikasi dan keterangan dari seluruh pihak untuk mencari solusi atas permasalahan ini.
Ketua Komisi IV DPRD Parimo, Sutoyo, menegaskan bahwa pihaknya akan memastikan seluruh tuntutan pekerja RSUD Anuntaloko dipenuhi oleh pihak vendor, sesuai dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kesimpulan dari RDP tadi, bahwa semua tuntutan dari aksi mogok pekerja RSUD Anuntaloko akan dipenuhi oleh pihak vendor. Jika mereka tidak melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan, komitmen, dan undang-undang, maka kami di DPRD akan menyerukan untuk mem-blacklist perusahaan seperti itu,” ungkap Sutoyo.
Sutoyo juga menyoroti adanya indikasi vendor akan melakukan blacklist terhadap pekerja yang melapor. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar undang-undang.
“Dalam RDP tadi, terungkap adanya kekhawatiran pekerja terkait potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah menyampaikan tuntutan mereka, tapi pihak vendor sudah menyatakan, tidak akan mengambil keputusan tersebut,” bebernya.
Lebuh lanjut, kata ia, ada temuan bahwa vendor diduga melanggar berbagai aturan terkait ketenagakerjaan, termasuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), Standar Operasional Prosedur (SOP), dan pembayaran upah yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Terkait upah, meskipun vendor menyatakan bersedia membayar di atas atau sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp2.915.000 ribu, tapi kemampuan anggaran daerah melalui e-katalog menjadi kendala. Adapun solusi dari pihak serikat pekerja adalah perlunya penyesuaian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun berjalan, untuk mengakomodasi pembayaran upah yang layak,” jelasnya.
Sutoyo pun menekankan pentingnya peran pemerintah daerah, dalam mengatur hubungan industrial yang berkeadilan antara pekerja dan pengusaha.
“Daerah ini harus mengatur hubungan industrial antara pekerja dengan pemodal, jadi keberpihakannya bukan hanya semata-mata pada perusahaan tapi pekerja juga,” harapnya.
Ia juga menjelaskan mekanisme pelaporan keluhan pekerja, seharusnya melalui serikat pekerja untuk kemudian dikoordinasikan dengan perusahaan atau vendor.
“Jika tidak ada penyelesaian, maka melakukan mediasi tripartit, dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan, hingga penyelesaian sengketa industrial,” tandasnya.
Laporan : Tommy Noho