PARIMO, KONTEKS SULAWESI- Kelangkaan gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram kembali menghantui warga Parigi Moutong (Parimo). Sejumlah warga mengaku kesulitan mendapatkan tabung gas melon tersebut dalam beberapa pekan terakhir. Ironisnya, kelangkaan ini diduga kuat dipicu oleh permainan oknum di tingkat pangkalan dan pengecer.
Menurut pantauan di lapangan, harga elpiji 3 kg di beberapa wilayah melonjak tajam hingga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah. Warga pun terpaksa membeli dengan harga mahal karena tidak ada pilihan lain.
“Susah sekali sekarang cari gas 3 kilo. Kalau pun ada, harganya bisa sampai Rp50.000 atau lebih. Padahal biasanya hanya sekitar Rp20.000-an,” keluh Nining, warga Kecamatan Parigi.
Dugaan permainan distribusi muncul setelah ditemukan adanya indikasi tabung-tabung gas yang seharusnya dijual di pangkalan justru lebih mudah ditemukan di warung-warung pengecer dengan harga tidak wajar. Kondisi ini memperkuat dugaan adanya kongkalikong antara oknum pangkalan dan pengecer.
Lebih memprihatinkan lagi, sikap Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dinilai minim respons. Masyarakat menilai Pemkab seolah tutup mata terhadap persoalan serius ini. Tidak terlihat adanya langkah tegas untuk mengawasi atau mengevaluasi pendistribusian elpiji bersubsidi.
“Kami butuh tindakan nyata, bukan hanya janji. Jangan sampai rakyat kecil yang selalu jadi korban permainan oknum yang tak bertanggung jawab,” tegas seorang tokoh masyarakat setempat.
Masyarakat mendesak pemerintah daerah, khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Bagian Perekonomian untuk segera turun tangan. Dibutuhkan pengawasan ketat, pendataan ulang pangkalan resmi, serta penindakan terhadap pihak-pihak yang terbukti menyelewengkan distribusi gas subsidi.
Jika dibiarkan berlarut-larut, kelangkaan ini tidak hanya akan menambah beban ekonomi warga, tetapi juga bisa memicu keresahan sosial yang lebih besar.
Laporan: Tommy Noho