PARIMO, KONTEKS SULAWESI — Di balik kelangkaan tabung LPG 3 kilogram atau gas melon di sejumlah pangkalan resmi di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah, terkuak dugaan kuat adanya praktik permainan distribusi yang melibatkan oknum pangkalan dan pengecer.
Investigasi Konteks Sulawesi menemukan fakta bahwa meski pangkalan-pangkalan resmi nyaris tak memiliki stok, tabung-tabung LPG justru bertebaran di warung pengecer dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Di beberapa lokasi, harga melonjak hingga dua kali lipat dari harga semestinya.
Masyarakat menduga ada kongkalikong antara pangkalan dan pengecer, yang sengaja “mengalihkan” distribusi agar meraup keuntungan lebih besar. Ironisnya, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong terkesan acuh. Tidak ada langkah konkret dari pihak Pemkab untuk menertibkan distribusi gas bersubsidi ini.
Kepala Bagian Ekonomi, Syarif Tombolotutu, yang semestinya bertanggung jawab dalam pengawasan distribusi barang bersubsidi, justru tidak memberikan tanggapan saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, 0852 – 404* – ****. Dua kali tim media mendatangi kantornya, namun yang bersangkutan tak berada di tempat.
Sikap bungkam dan menghindar ini memperkuat kesan pembiaran. Kelangkaan terus berlangsung, masyarakat menjerit, dan pemerintah tampak tak berdaya, atau justru memilih tutup mata?
Sebelumnya, media ini telah memberitakan soal kelangkaan gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram kembali menghantui warga Parigi Moutong (Parimo). Sejumlah warga mengaku kesulitan mendapatkan tabung gas melon tersebut dalam beberapa pekan terakhir. Ironisnya, kelangkaan ini diduga kuat dipicu oleh permainan oknum di tingkat pangkalan dan pengecer.
Menurut pantauan di lapangan, harga elpiji 3 kg di beberapa wilayah melonjak tajam hingga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah. Warga pun terpaksa membeli dengan harga mahal karena tidak ada pilihan lain.
“Susah sekali sekarang cari gas 3 kilo. Kalau pun ada, harganya bisa sampai Rp50.000 atau lebih. Padahal biasanya hanya sekitar Rp20.000-an,” keluh Nining, warga Kecamatan Parigi.
Laporan: Tommy Noho