PARIMO, KONTEKS SULAWESI — Aliran Sungai Boyantongo dan Sungai Tindaki di Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), tercemar limbah kulit durian yang diduga berasal dari aktivitas industri yang belum memiliki izin pembuangan limbah. Warga setempat melaporkan kejadian ini karena khawatir akan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Laporan warga Desa Tindaki berinisial TS, yang menyampaikan keresahannya kepada media dan menyoroti aktivitas limbah tersebut.
“Kami lihat tumpukan kulit durian dibuang begitu saja di sekitar aliran sungai. Kalau hujan, semuanya hanyut ke laut. Bau busuk menyengat, dan air jadi keruh,” kata TS Selasa (13/05/2025).
Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan dari pihak berwenang mengenai identitas perusahaan yang membuang limbah tersebut. Namun, jika terbukti, tindakan ini dapat melanggar sejumlah peraturan lingkungan hidup, termasuk:
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 59, yang mewajibkan setiap pelaku usaha untuk mengelola limbah hasil kegiatan mereka.
Pasal 104 UU No. 32/2009 menyebut bahwa setiap orang yang membuang limbah tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar rupiah.
Limbah organik seperti kulit durian, meski bersifat alami, dalam jumlah besar dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Proses pembusukan di air menyebabkan penurunan kadar oksigen, membunuh biota sungai, dan menimbulkan bau menyengat yang dapat mengganggu kehidupan warga sekitar. Selain itu, aliran limbah menuju laut dapat berdampak pada ekosistem pesisir dan nelayan lokal.
Warga mendesak DLH Parimo untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut dan melakukan investigasi terhadap perusahaan atau pelaku pembuang limbah. Mereka juga meminta transparansi soal izin lingkungan dan agar ada pengawasan rutin terhadap industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan di wilayah tersebut.
“Sungai itu sumber kehidupan kami. Kalau sudah tercemar, siapa yang tanggung jawab?” ujar TS dengan nada kecewa.
Masyarakat berharap Pemda tidak menunggu sampai kerusakan lingkungan semakin parah. Investigasi dan penegakan hukum perlu segera dilakukan demi menjaga kelestarian lingkungan dan hak hidup warga atas lingkungan yang sehat.
Laporan: Tommy Noho