Tolak Cukong Tambang, Pejabat Setda Desak Revisi RTRW Parimo

oleh -6678 Dilihat
oleh
Moh. Asyur, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perundang-undangan (Kumdang) Sekretariat Daerah Parimo. Foto: MRP

PARIMO, KONTEK SULAWESI – Sorotan tajam kembali mengarah pada lambannya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah. Desakan datang langsung dari Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perundang-undangan (Kumdang) Sekretariat Daerah Parimo, Moh. Asyur, yang menilai ketertinggalan daerah ini dalam menyesuaikan RTRW sebagai bentuk kelalaian administratif yang bisa membuka celah bagi praktik ilegal, khususnya dalam sektor pertambangan.

“Di provinsi sudah dilakukan perubahan. Harusnya, berdasarkan amanat undang-undang, RTRW kabupaten/kota harus selaras dengan provinsi,” tegas Asyur saat ditemui di Kantor DPRD Parimo usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP), baru-baru ini.

Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa ada tekanan dari pihak-pihak tertentu yang mencoba ‘menitipkan’ kepentingan dalam proses revisi RTRW. Asyur menegaskan bahwa secara hukum, tidak boleh ada ruang kompromi terhadap kepentingan politik ataupun cukong tambang yang kerap memboncengi agenda revisi tata ruang.

“Karena kita sudah lambat, saat RTRW Provinsi Sulawesi Tengah berubah, seharusnya Kabupaten Parimo juga langsung melakukan perubahan berdasarkan kesesuaian ruang yang telah ditetapkan di RTRW provinsi,” ujar dia.

Asyur juga menegaskan bahwa revisi RTRW tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Prosesnya wajib mengikuti prosedur formal sesuai Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021, yang mewajibkan penyusunan dokumen teknis dan partisipasi publik.

Lebih jauh, ia memperingatkan keras pengurus koperasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Desa Kayuboko dan Desa Buranga yang terindikasi telah melakukan aktivitas tambang tanpa dasar hukum tata ruang yang sah.

“Seharusnya dilakukan penghentian sementara kegiatan IPR. Lokasi-lokasi tersebut belum sesuai dengan tata ruang kita,” katanya.

Hasil verifikasi lapangan menunjukkan bahwa dua desa tersebut belum termasuk dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) versi RTRW Kabupaten. Namun, Asyur tak menampik bahwa dalam revisi mendatang, wilayah ini akan diusulkan masuk karena adanya fakta aktivitas tambang oleh masyarakat.

Menurutnya, setidaknya ada tujuh wilayah yang akan diusulkan sebagai WPR baru dalam revisi RTRW Parimo. “Pasti dimasukkan karena sudah ada aktivitas,” tutup Asyur dengan nada tegas.

“Jika aturan dibiarkan dilanggar hanya karena aktivitas sudah berjalan, maka kita sedang melegalkan kejahatan ruang dengan dalih kebutuhan rakyat,” pungkasnya dengan nada kritis.

Laporan: Tommy Noho

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *