Dua Dekade Kiprah FKPAPT Menjaga Alam dari Kerusakan

oleh -218 Dilihat
oleh
Dua Dekade Kiprah FKPAPT Menjaga Alam dari Kerusakan
Senior pecinta alam bersama wartawan dan sejumlah pengurus FKPAPT memantau pertumbuhan mangrove di demplot Desa Mertasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong. Program ‘Satu Juta Mangrove’ menjadi simbol komitmen jangka panjang FKPAPT dalam memulihkan ekosistem pesisir. Foto: Dok. Humas FKPAPT

PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Selama 22 tahun terakhir, Forum Komunikasi Pecinta Alam Pantai Timur (FKPAPT) Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, terus konsisten berada digaris depan menjaga kelestarian lingkungan. Mulai dari hutan pegunungan hingga pesisir Teluk Tomini.

Organisasi yang lahir pada 4 Juni 2003 dan memiliki jejaring puluhan lembaga maupun kelompok pegiat lingkungan di wilayah Parigi Moutong, telah menjadi penggerak utama dalam melawan kerusakan alam yang semakin mengkhawatirkan.

Dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia sekaligus ulang tahunnya yang ke-22, FKPAPT akan menggelar aksi lingkungan pada 13–14 Juni 2025.

Kegiatan tersebut akan berlangsung di dua lokasi krusial, yaitu di kawasan pegunungan Desa Parigimpu’u, Kecamatan Parigi Barat, dan wilayah pesisir Desa Mertasari, Kecamatan Parigi, yang menghadap langsung ke Teluk Tomini.

Aksi Simbolik dan Nyata untuk Bumi

Ketua FKPAPT, Leo Chandra, menjelaskan bahwa peringatan tahun ini mengusung tema “Saatnya Bertindak, Sebelum Terlambat.” Fokus kegiatannya adalah penanaman pohon di bantaran sungai dan garis pantai, sebagai bagian dari upaya pemulihan ekosistem yang rusak akibat aktivitas manusia.

“Penanaman pohon bukan hanya seremonial. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap degradasi lingkungan. Kami ingin mengajak semua pihak untuk terlibat dalam pemulihan lingkungan secara kolektif dan berkelanjutan,” ujar Leo di Parigi, Selasa (10/6/2025).

Ancaman Kerusakan Nyata di Depan Mata

Data dari Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, Kabupaten Parigi Moutong kehilangan lebih dari 1.200 hektare hutan mangrove. Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan dan pembalakan liar yang tak terkendali.

Tak hanya itu, sungai-sungai yang dulunya bersih kini tercemar limbah domestik dan limbah tambang ilegal. Akibatnya, populasi ikan menurun drastis, abrasi pantai semakin luas, dan banjir tahunan mulai menjadi ancaman tetap di beberapa wilayah pesisir.

“Kerusakan lingkungan langsung berdampak pada kehidupan kita sehari-hari. Kualitas air, udara, dan pangan semua terpengaruh. Kita tidak bisa lagi menunda tindakan,” tegas Leo.

Sejarah Panjang Aksi Nyata

Didirikan pada 4 Juni 2003, FKPAPT lahir dari semangat kolektif sejumlah organisasi pecinta alam dan aktivis lingkungan. Sejak awal, mereka fokus pada dua wilayah kritis. Diantaranya kawasan pegunungan dan pesisir. Mereka aktif dalam kampanye penyadartahuan, penanaman pohon, penyelamatan sumber air, hingga edukasi masyarakat.

Program unggulan seperti ‘Satu Juta Mangrove untuk Teluk Tomini’ telah berjalan di berbagai titik pesisir dan membantu memulihkan habitat alami biota laut. Selain itu, FKPAPT juga melestarikan anggrek hutan di kawasan Taopa Utara, sebagai bentuk pelestarian spesies lokal yang semakin langka.

“Selama dua dekade lebih, kami tidak pernah berhenti. Kerusakan alam bukan alasan untuk diam, melainkan panggilan untuk terus bertindak,” kata Leo.

Teknologi untuk Konservasi

Dalam menghadapi tantangan zaman, FKPAPT juga mendorong pemanfaatan teknologi dalam konservasi. Mulai dari pemantauan deforestasi melalui citra satelit, pengelolaan limbah berbasis daur ulang, hingga pemanfaatan sistem irigasi pintar untuk pertanian ramah lingkungan.

“Teknologi bisa menjadi senjata ampuh dalam menjaga alam, asalkan digunakan dengan bijak. Kami mendorong organisasi, komunitas, dan masyarakat luas untuk mulai mengadopsi pendekatan ini,” ujar Leo.

Pelestarian Adalah Tanggung Jawab Bersama

FKPAPT menegaskan bahwa pelestarian lingkungan bukan tugas pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama. Aksi sederhana seperti mengurangi sampah plastik, menanam pohon di pekarangan, dan tidak membuang limbah sembarangan merupakan kontribusi penting dari setiap individu.

“Selamatkan alam bisa dimulai dari rumah. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, masyarakat sebagai pelaksana, dan komunitas sebagai penggerak. Inilah sinergi yang dibutuhkan untuk perubahan besar,” pungkasnya.

Laporan : Abdul Farid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *