PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Rapat pembahasan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) mendadak tertutup dan menimbulkan kecurigaan publik. Dugaan aroma kongkalikong perizinan tambang rakyat (IPR) di dua lokasi, Kayuboko dan Air Panas, kian kuat setelah wartawan diusir dari ruang rapat yang dipimpin Wakil Bupati Parimo, Abdul Sahid, Senin (20/10/2025).
Rapat tersebut sejatinya membahas aktivitas tambang yang selama ini beroperasi tanpa izin resmi. Namun, langkah Wakil Bupati menutup pintu bagi media justru memunculkan dugaan bahwa ada hal penting yang hendak ditutupi.
Pengusiran wartawan pada rapat resmi publik memperkuat dugaan bahwa pembahasan izin IPR belum tuntas dan aktivitas tambang masih berstatus illegal.
Sebelumnya, rapat itu merupakan tindak lanjut dari kunjungan Bupati Parigi Moutong, Erwin Burase, ke wilayah tambang Desa Air Panas, Kecamatan Parigi Barat, pada Selasa (14/10/2025). Dalam kunjungan tersebut, Erwin melihat langsung dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan liar yang kian meluas di wilayah itu.
“Kami tidak bisa lagi menutup mata. Aktivitas tambang tanpa izin ini telah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Pemerintah daerah harus bertindak tegas,” tegas Bupati Erwin Burase dalam rapat evaluasi bersama Satgas Penanggulangan Ilegal Fishing dan Ilegal Mining, Senin (27/10/2025).
Status pertambangan di dua wilayah tersebut, Kayuboko dan Air Panas, dipastikan hingga kini belum memiliki izin pertambangan rakyat (IPR) yang sah. Dengan demikian, seluruh aktivitas penambangan di lokasi itu masih tergolong ilegal dan berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi para pelaku maupun pihak yang terlibat.
Tak berhenti di situ, peringatan keras datang dari Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dolago Tanggunung, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Mukmin Muharam. Ia menyoroti dua blok pertambangan di wilayah itu yang jaraknya sangat berdekatan dengan kawasan hutan lindung, masing-masing sekitar 50 meter dan 75 meter dari batas hutan.
“Kalau sampai aktivitas penambangan itu menembus kawasan hutan, maka bisa masuk kategori pelanggaran berat. Sanksinya tidak main-main, pidana hingga lima tahun dan denda mencapai Rp500 miliar,” tegas Mukmin Muharam.
Konflik hukum antara penambang, pemerintah daerah, dan aturan kehutanan kini mengintai. Di tengah sorotan publik, transparansi pemerintah daerah menjadi tuntutan utama. Publik menunggu, apakah Pemkab Parimo berani membuka secara terang-benderang peta izin tambang rakyat yang hingga kini belum kunjung terbit.
Jangan sampai rapat tertutup menjadi simbol lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan dan hukum.
Laporan: Tommy Noho




 
 
													



