PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Kebijakan Bupati Parigi Moutong (Parimo), Erwin Burase, menerbitkan 53 titik Wilayah Pertambangan (WP) kini menuai badai kritik. DPRD menuding penerbitan itu tidak transparan, berpotensi cacat administrasi, dan bahkan membuka ruang penyalahgunaan izin tambang. Gonjang-ganjing ini kian memanas setelah terungkap sebagian data usulan WP justru dikirim lewat pesan WhatsApp tanpa kejelasan sumbernya.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Parimo, Rabu (8/10/2025), menjadi ajang klarifikasi sengit antara legislatif dan eksekutif. Dipimpin Ketua Komisi III Mastullah, rapat itu menghadirkan Kepala Dinas PUPR Adrudin Nur dan Kabid Tata Ruang Ade Prasetyo. Para legislator mempertanyakan dasar hukum serta validitas penerbitan 53 WP yang kini dianggap sebagai keputusan tergesa dan minim kontrol publik.
“Kami khawatir keputusan ini menjadi bola liar. Masyarakat mempertanyakan dasar hukumnya, sementara kami di DPRD justru tidak pernah dilibatkan,” tegas Mastullah membuka rapat yang berlangsung.
Anggota Komisi III, Mustakim Kono mengungkapkan bahwa Bupati sebelumnya hanya menyetujui 16 titik wilayah pertambangan, termasuk di dalamnya galian C. Namun secara mengejutkan, jumlah titik WP membengkak menjadi 53 tanpa penjelasan resmi.
“Ini keputusan yang membingungkan. Dari 16 titik tiba-tiba jadi 53. Kami yang di DPRD ikut terseret dalam kegaduhan ini, padahal tak tahu-menahu prosesnya,” ujar Politisi Golkar itu dengan nada geram.
Politisi Gerindra, Arifin Dg Palalo, turut menyoroti kejanggalan teknis. Ia mencontohkan wilayah pertambangan di Kecamatan Moutong yang disebut telah terinput hingga 4.963 hektar. Menurutnya, dasar pemetaan Dinas PUPR Parigi Moutong sangat lemah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Bagaimana bisa PUPR menginput wilayah hampir 5.000 hektar hanya berdasarkan kiriman warga melalui WhatsApp? Lalu muncul lima koperasi di dalamnya. Ini keputusan yang sembrono dan tidak profesional,” kata Arifin.
Wakil Komisi III, Faisan SM, menambahkan bahwa DPRD sama sekali tidak pernah menerima pemberitahuan resmi terkait penerbitan WP pada Juni lalu. Ia menilai tindakan Bupati Parimo melangkahi fungsi pengawasan legislatif dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Ini bentuk kurangnya koordinasi antar lembaga. Keputusan sepihak seperti ini hanya menambah ketidakpercayaan publik,” ujarnya.
Menanggapi kritik tersebut, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR, Ade Prasetyo, menjelaskan bahwa penerbitan WP telah melalui proses pengkajian yang mengacu pada data dari kementerian terkait. Namun, argumen itu dinilai belum cukup menjelaskan perbedaan jumlah titik dan asal-usul data usulan.
Akhirnya, Ketua Komisi III Mastullah menegaskan bahwa DPRD memutuskan mencabut surat usulan keputusan wilayah pertambangan (WP) dan wilayah pertambangan rakyat (WPR) nomor 600.3.1/4468/DIS.PUPRP, untuk ditinjau ulang secara menyeluruh.
“DPRD tidak akan membiarkan kebijakan tambang yang tidak transparan. Peninjauan ulang wajib dilakukan agar tata kelola pertambangan di Parimo kembali bersih dan berpihak kepada rakyat,” pungkas Mastullah.
Laporan: Tommy Noho