Mahasiswa Parimo Minta Usut Jejak Gelap di Balik Penambahan 53 Titik Tambang Rakyat

oleh -2319 Dilihat
oleh
Keterangan foto: Seorang mahasiswa asal Parigi Moutong saat menyampaikan orasi kritik terkait polemik 53 titik tambang rakyat dalam sebuah forum di Gorontalo, Kamis (30/10/2025). (Foto: Dok. Istimewa)
Keterangan foto: Seorang mahasiswa asal Parigi Moutong saat menyampaikan orasi kritik terkait polemik 53 titik tambang rakyat dalam sebuah forum di Gorontalo, Kamis (30/10/2025). (Foto: Dok. Istimewa)

GORONTALO, KONTEKS SULAWESI Dari Gorontalo, gelombang kemarahan mengalir dari Sekelompok mahasiswa asal Parigi Moutong (Parimo) menyalakan kembali bara protes terhadap kekacauan tata kelola tambang di daerah asal mereka. Bagi mereka, perubahan misterius dari 16 menjadi 53 titik tambang rakyat bukan sekadar data yang berubah, melainkan jejak telanjang dari penyakit lama birokrasi yang kehilangan integritas.

Suara keras dari tanah rantau menumpahkan kekecewaan atas carut-marut tata kelola tambang rakyat yang kini berubah menjadi simbol rusaknya birokrasi daerah.

Mereka menilai, polemik 53 titik Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) bukan sekadar kekeliruan administratif, melainkan wujud nyata pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

“Ini bukan lagi soal tambang, ini soal kejujuran pemerintah! Siapa yang menambah 37 titik baru itu? Atas dasar apa? Kalau pemerintah tak bisa menjelaskan secara terbuka, maka ini bukan sekadar kisruh, ini kejahatan terhadap kepercayaan publik,” tegas Adrian Amruna, mahasiswa Parimo di Gorontalo, Jum’at (30/10/2025).

Baca Juga:  Dortmund Sudah Kantongi Cara Kalahkan Real Madrid

Menurut Adrian, perubahan drastis tersebut menandakan ada permainan kepentingan di balik meja birokrasi. Ia menilai pejabat daerah lebih sibuk membagi peta proyek daripada mendengar aspirasi rakyat di wilayah tambang yang setiap hari bergelut dengan kemiskinan dan risiko lingkungan.

“Kita melihat pola lama yang terus berulang, rakyat dikorbankan, pejabat bermain di balik meja. Padahal tambang rakyat mestinya untuk rakyat, bukan untuk memperkaya kelompok tertentu,” ujarnya dengan nada geram.

Mahasiswa menilai kisruh ini sebagai cermin buram dari pemerintahan yang kehilangan arah moral. Transparansi publik dianggap lenyap, digantikan oleh praktik kolusi dan manipulasi data yang merusak kepercayaan warga terhadap institusi negara.

Baca Juga:  Basarnas Edukasi Masyarakat Kota Palu untuk Mandiri Hadapi Kondisi Darurat

Mereka mendesak dilakukan audit terbuka terhadap seluruh dokumen WPR dan meminta aparat hukum bertindak tegas jika ditemukan indikasi manipulasi.

“Kami menuntut audit terbuka terhadap dokumen WPR! Jika ditemukan manipulasi, copot pejabat yang bermain dan seret ke ranah hukum. Jangan lagi ada pemimpin yang menutup-nutupi kebusukan birokrasi dengan alasan teknis,” tandas Adrian.

Selain masalah integritas, Adrian menyoroti ancaman sosial dan lingkungan akibat kebijakan tambang yang serampangan. Ia menegaskan bahwa persoalan WPR bukan hanya soal izin, tapi juga menyangkut keberlanjutan hidup masyarakat Parimo di masa depan.

Baca Juga:  Wabup Parimo Soroti Kebersihan Dinas Kesehatan dan Tegaskan Disiplin Pegawai

“Kalau tambang ini salah kelola, yang hancur bukan cuma tanah, tapi juga kepercayaan masyarakat. Pemerintah harus sadar rakyat sudah muak dengan drama birokrasi yang hanya berpihak pada kepentingan segelintir orang,” pungkasnya.

Gerakan mahasiswa Parigi Moutong di Gorontalo berkomitmen mengawal isu ini hingga tuntas. Mereka menolak diam di tengah kebusukan birokrasi yang dinilai menggerogoti masa depan daerah.

“Kami tidak akan diam! Parimo harus dibersihkan dari permainan kotor yang merusak citra daerah dan masa depan rakyatnya,” tutup Adrian Amruna.

Laporan: Tommy Noho

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *