PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Sebanyak tiga kelompok nelayan di Kelurahan Bantaya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, mempertanyakan mekanisme pemberian bantuan perahu oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat.
Pasalnya, perahu bantuan untuk sejumlah nelayan tersebut diduga tidak terealisasi secara merata kepada kelompok yang sudah mengajukan permohonan bantuan sebelumnya. Mansur, salah satu ketua kelompok nelayan di Kelurahan Bantaya, memprotes kebijakan pihak DKP yang diduga memberikan bantuan perahu tidak merata untuk kelompok nelayan yang ada.
“Kami protes dengan pemberian bantuan perahu yang tidak merata di Kelurahan Bantaya,” keluh Mansur kepada wartawan, di Parigi, Rabu (3/7/2024).
Sebab menurutnya, ada salah satu kelompok yang diduga menerima 5 unit perahu tersebut masih satu keluarga dan tinggal serumah.
“Jadi kelompok yang dapat 5 unit ini disitu ada 3 orang anaknya, bahkan mereka masih tinggal serumah,” ungkap Mansur.
Dengan begitu, pihaknya meminta pada dinas terkait agar perahu bantuan itu bisa dibagi kepada kelompok lain meskipun hanya mendapat satu unit perahu dalam satu kelompok.
“Padahal sama-sama mengajukan proposal pada tahun 2022,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala DKP Kabupaten Parigi Moutong, Mohamad Nasir mengatakan pemberian bantuan ini berdasarkan permohonan kelompok nelayan.
“Setelah ada proposal, turun tim verifikasi dari DKP untuk melakukan verifikasi,” ujarnya.
Hal itu kata Nasir, untuk memastikan bahwa benar mereka yang mengajukan permohonan bantuan perahu ini adalah nelayan.
“Jadi, pertama dipastikan mereka benar-benar profesinya sebagai nelayan, dan mempunyai kartu nelayan,” sebut Nasir.
Dia pun mengatakan, dalam verifikasi administrasi pada kelompok ini juga diketahui oleh pemerintah kelurahan dan desa setempat.
“Jadi ada format untuk penetapan pada masing-masing kelompok nelayan yang mengajukan proposal,” terangnya.
Terkait adanya aksi protes tersebut, Nasir mengatakan akan menindaklanjuti dengan mengundang para pihak, baik kelompok penerima maupun kelompok yang komplain dengan pemberian bantuan.
“Saya cari dulu jalan keluarnya untuk memastikan seperti apa permasalahanya,” ujarnya.
Sebelumnya Nasir juga menjelaskan, untuk pengajuan proposal dilakukan setahun sebelum turun bantuan. Karena dari pengajuan tersebut akan dilakukan pendataan, penginputan kemudian dikirim ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Yang kita usulkan itu bukan hanya puluhan, tapi ratusan permohonan ke pusat setiap tahunnya. Karena, verifikasi akhir itu kan di Kementerian,” terangnya.
Berdasarkan informasi dari pihaknya, bahwa tim verifikasi mengundang para ketua kelompok dan dilakukan verifikasi untuk memastikan para pemohon apakah benar berprofesi sebagai nelayan.
“Jadi mereka di undang semua. Sehingga, tidak tau lagi apakah itu anaknya atau siapa. Mungkin disitu tim saya kecolongan,” paparnya.
Laporan : Tommy Noho