PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Pasca alami kasus dugaan tindak pidana penganiayaan oleh oknum guru SMA Negeri 1 (SMANSA) Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, siswi berinisial F memilih tetap mengikuti proses belajar mengajar.
Siswi F yang belum sepenuhnya pulih dari trauma psikis akibat peristiwa tersebut, justru mengalami tindakan bullying di lingkungan sekolahnnya, pada Sabtu (9/11/2024).
Tindakan bullying itu dilakukan melalui pemasangan spanduk, yang memuat penolakan keberadaan siswi F di SMANSA Parigi.
Hanya saja, tidak diketahui pasti siapa yang menginisiasi gerakan pemasangan spanduk disejumlah pagar depan ruang kelas SMANSA Parigi tersebut.
Namun, inisiasi ini diduga dilakukan akibat korban dan orang tuannya, memilih menyelesaian kasus penganiayaan yang dialaminya ke ranah hukum.
Menanggapi itu, Kuasa Hukum korban, Hartono mengatakan, sangat menyayangkan tindakan para oknum tersebut.
Padahal saat dipertemukan di Polres Parigi Moutong, telah disepakati untuk bersama-sama menahan diri agar tidak membuat status di media sosial atau melakukan tindakan tertentu, yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Sembari, kata dia, proses hukum di Polres Parigi Moutong tetap berjalan, dan siswi F mendapatkan hak-haknya sebagai korban.
“Tapi kalau seperti ini, pihak dari oknum guru sepertinya tidak mau proses mediasi. Jadi kami juga menegaskan akan mempertimbangkan kembali proses perdamaian,” tukasnya.
Sebab, pihaknya khawatir tindakan bullying yang dilakukan para oknum ini, akan memperparah kondisi psikologis anak korban.
“Penolakan anak korban untuk tidak bersekolah di SMANSA Parigi, akan menimbulkan trauma lagi terhadap klien kami,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala SMANSA Parigi, Ardin mengaku, tidak mengetahui siapa yang menginisiasi pemasangan spanduk penolakan terhadap siswi F.
Ia mengatakan, pihaknya telah menyampaikan ke seluruh pihak di SMANSA Parigi, agar dapat menahan diri, karena sedang mengupayakan proses mediasi dengan orang tua siswi F.
“Saya ini sedang cari momen, bagaimana bisa ketemu dengan keluarganya (siswi F), supaya bisa memperbaiki keadaan ini. Tapi ada lagi seperti ini, saya tidak tahu,” tuturnya.
Kejadian ini, baru diketahuinya setelah mendapatkan informasi dari seseorang. Padahal sebelumnya, pemasangan spanduk yang dipajang di pintu gerbang SMANSA Parigi telah berhasil diturunkan.
Bahkan, ia telah menyampaikan pemberitahuan agar tidak ada lagi pemasangan spanduk, untuk memudahkan proses negosiasi yang sedang diupayakannya dengan pihak komite sekolah.
“Saya sudah minta, jangan, jangan. Kita sebagai pendidik tidak boleh seperti itu, karena akan itu sama haknya dalam menempuh pendidikan,” pungkasnya.
Laporan : Tommy Noho