Pemerintah Berupaya Evakuasi 9.083 Warga di Pulau Tagulandang

oleh -57 Dilihat
oleh
Pemerintah Berupaya Evakuasi 9.083 Warga di Pulau Tagulandang
Proses evakuasi terhadap 9.083 warga yang berada di Pulau Tagulandang dalam radius tujuh kilometer dari pusat erupsi Gunungapi Ruang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, Kamis (2/5/2024). (Foto: Dok. BNPB)

SULUT, KONTEKS SULAWESI Pemerintah terus mengupayakan proses evakuasi terhadap 9.083 warga yang berada di Pulau Tagulandang dalam radius tujuh kilometer dari pusat erupsi Gunungapi Ruang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan, proses evakuasi tersebut sebagaimana rekomendasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

“Hingga hari ini sudah ada 3.364 pengungsi yang telah dievakuasi keluar dari Pulau Tagulandang. Sementara itu masih ada 5.719 jiwa dalam proses evakuasi yang dilakukan secara bertahap,” ujar Suharyanto saat memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Bencana Erupsi Gunungapi Ruang di Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Kota Manado, Kamis (2/5/2024).

Suharyanto menjelaskan, adapun proses evakuasi warga ini dilakukan menggunakan beberapa armada kapal seperti KM Glory Mery, KRI Kakap-811, KM Marina Bay, KM Lohoraung, KPL Basarnas, KM Lokongbanua, KM Barcelona Lii dan KM Beacukai.

“Proses evakuasi ini dilakukan secara bertahap sejak 30 April hingga 2 Mei 2024, dan diharapkan dapat selesai dalam waktu tiga hari kedepan,” ungkapnya.

Ia juga menyebut, untuk lokasi pengungsian sementara bagi warga yang dievakuasi, telah disiapkan oleh pemerintah di beberapa titik seperti Sentra Tumou Tou Manado, Sentra di Paal 4 UPT Kemensos, Bapelkes Malalayang, BLK Bitung, Pulau Siau dan beberapa wilayah lain secara mandiri.

Dikatakannya, Pemerintah Pusat melalui BNPB juga telah menyalurkan bantuan berupa Dana Siap Pakai (DSP) dengan total Rp2,25 miliar yang diberikan melalui dua tahap. Hal ini bertujuan guna mendukung seluruh rangkaian penanganan darurat bencana erupsi Gunungapi Ruang.

Tahap pertama rinciannya Rp300 juta kepada Pemprov Sulawesi Utara, Rp250 juta Kodam XIII/MDK, Rp250 juta Polda Sulawesi Utara, Rp150 juta Lantamal VIII, Rp150 juta Lanud Sam Ratulangi dan Rp350 juta Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro.

Kemudian pada tahap kedua, meliputi Rp200 juta kepada Korem 131/Santiago, Kodim Sitaro Rp200 juta, Polres Sitaro Rp150 juta, Kota Manado Rp150 juta dan Kota Bitung Rp150 juta.

Di samping itu, ungkapnya, BNPB juga memberikan bantuan berupa logistik dan peralatan yang juga didistribusikan dalam dua tahap.

Ditahap pertama, BNPB telah menyalurkan berupa tenda pengungsi sebanyak 5 unit, tenda keluarga 100 unit, light tower 4 unit, genset 4 unit, sembako 300 paket, makanan siap saji 300 paket, hygiene kit 300 paket, matras 300 lembar, selimut 300 lembar, kasur lipat 150 lembar, masker 300 dus, velbed 50 unit, toilet portabel 10 paket, survival kit pengungsi 300 paket dan terpal sebanyak 320 lembar.

Sementara bantuan logistik dan peralatan tahap kedua meliputi seng 10 ribu lembar, tenda pengungsi 6 unit, light tower 3 unit, sembako 500 paket, hygiene kit 300 paket, masker 52 box, terpal 1.000 lembar, fire pump 23 HP 5 unit, SCBA set 15 unit, Rescue Tool Combi 4 set, alat penjernih air 10 unit, sleeping bag 500 unit, solar panel 20 set, paku seng 1.000 box, susu protein 200 dus, air mineral 500 dus dan toolkit 30 set.

Dari seluruh bantuan yang telah diserahkan tersebut, Suharyanto meminta agar segala yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat terdampak dapat segera dipenuhi.

“Saya meminta agar semua upaya penanganan darurat yang berhubungan dengan keselamatan masyarakat menjadi prioritas utama,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dukungan tahap ketiga juga akan dikirimkan dalam waktu dekat. Adapun jenis dukungan itu meliputi terpal 500 lembar, tenda keluarga 100 paket dan mie instan 300 dus.

Dalam Rakor yang dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Utara beserta seluruh jajaran Forkompimda dan unsur terkait lainnya, Suharyanto mengatakan bahwa BNPB akan membantu proses relokasi warga yang berada di kawasan rawan bencana erupsi Gunungapi Ruang, khususnya yang berada di Pulau Ruang. Hal ini menurut Suharyanto akan segera dibahas dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) bersama kementerian dan lembaga terkait.

Menurut Suharyanto, ada sebanyak 301 KK yang berasal dari dua desa di kaki Gunungapi Ruang yang menjadi prioritas utama dan harus direlokasi. Olehnya Suharyanto meminta Pemkab Kepulauan Sitaro dan Pemprov Sulawesi Utara, untuk segera menyiapkan dan menetapkan lahan yang aman dan kondusif.

Lebih lanjut, Suharyanto juga memastikan kepada masyarakat yang tidak wajib direlokasi namun tempat tinggalnya mengalami kerusakan terdampak erupsi, maka BNPB juga akan memberikan dukungan pembangunan kembali rumah yang rusak tersebut.

“Nantinya besaran bantuan bagi tingkatan kerusakan rumah dibagi menjadi tiga kategori. Pertama untuk rumah rusak berat menerima bantuan senilai Rp60 juta, rumah rusak sedang Rp30 juta, sedangkan rusak ringan sebesar Rp15 juta,” sebut Suharyanto.

“Saya meminta agar pendataannya dapat segera diselesaikan dan diajukan kepada pemerintah,” tandasnya.

Merespon hal ini, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menyampaikan, kalau lahan relokasi untuk warga terdampak dari Pulau Gunung Ruang sudah disiapkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

“Saat ini lahan tersebut masih berstatus milik masyarakat, tetapi akan segera dibebaskan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara,” kata Gubernur Olly Dondokambey.

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, proses evakuasi 9 ribu warga ini memang harus dilakukan. Mengingat wilayah dalam radius tujuh kilometer dari pusat kawah Gunungapi Ruang telah ditetapkan menjadi zona berbahaya.

Menurut Kepala PVMBG Hendra Gunawan, secara historis Gunungapi Ruang sangat lazim mengeluarkan awan panas.

“Gunungapi berjenis stratovolcano ini juga tercatat mengalami rentetan erupsi yang berdampak langsung terhadap kehidupan maupun penghidupan manusia,” ungkapnya.

Berdasarkan catatan, erupsi Gunungapi Ruang terjadi pada tahun 1808, 1810, 1840, 1856, 1870, 1871, 1874, 1889, 1904-1905, 1914, 1915, 1918, 1940, 1946, 1949, 2002 dan 2024. Bahkan Hendra mengatakan bahwa kejadian erupsi pada tahun 1871 juga memicu terjadinya gelombang tsunami dan memakan korban hingga 400 orang.

“Atas dasar itu maka pemerintah akan mengambil langkah permanen untuk memindahkan permukiman warga, khususnya yang berada di Pulau Ruang, pulau utama di kaki Gunungapi Ruang, ke lokasi yang lebih aman,” imbuhnya.

Sumber Artikel : BNPB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *