PALU, KONTEKS SULAWESI – Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) akhirnya menetapkan AT (31) Direktur Utama PT GPS dan S (46) Komisaris Utama PT GPS sebagai tersangka pertambangan tanpa izin (PETI) di Desa Towara, Kecamatan Petasia Timur, Morowali Utara.
Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol Djoko Wienartono menjelaskan, penetapan kedua tersangka dilakukan setelah memeriksa puluhan saksi.
“Atas perbuatan tersangka negara mengalami kerugian kurang lebih Rp5 miliar,” kata Djoko kepada wartawan di Polda Sulteng, Selasa (4/6/2024).
PT GPS diduga melakukan aktivitas penambangan nikel di kawasan hutan dan wilayah izin usaha produksi (IUP) PT Bumanik.
Djoko menyebut, pada penindakan pertama, di 7 Februari 2024 lalu, Ditreskrimsus Polda Sulteng berhasil menyita 17 unit alat berat ekskavator, 99 tumpukan material bijih nikel, dokumen pertambangan, dan sertifikat tanah (SKT).
Sedangkan pada penindakan kedua pada 25 Maret 2024, penyidik menyita 6 unit alat berat ekskavator, 2 unit dump truck roda 10, dan 12 dome atau tumpukan bijih nikel.
Ia menambahkan, para tersangka diduga melakukan tindak pidana pertambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta pidana denda minimal Rp1,5 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
Selain itu, tersangka juga dijerat Pasal 89 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman singkat 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.**