BANTEN, KONTEKS SULAWESI – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan strategi untuk melunasi utang jatuh tempo pada tahun 2025 yang mencapai Rp800 triliun. Kemenkeu menyebut pelunasan utang di tahun pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto itu akan dilakukan dengan strategi refinancing.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Riko Amir memastikan, pemerintah akan melunasi utang itu. Dia menyebut hingga sekarang tidak ada niat untuk melakukan negosiasi pembayaran utang jatuh tempo.
“Sampai saat ini kami tidak membuat semacam negosiasi lagi bahwa kami akan mencicil lagi,” kata Riko dikutip Jumat, (27/9/2024).
Riko mengatakan pemerintah yakin mampu untuk membayar defisit plus hutang jatuh tempo dengan prinsip refinancing. Refinancing adalah pembayaran utang dengan mengambil utang baru dengan bunga yang lebih rendah.
“Pemerintah masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus hutang jatuh tempo tadi dengan prinsip refinancing,” kata dia.
Riko mengatakan pemerintah meyakini strategi refinancing ini akan berhasil. Sebab, kata dia, Indonesia memiliki credit rating yang baik dari beberapa lembaga. Credit rating yang baik itu, kata dia, mencerminkan stabilnya kondisi perekonomian dan merefleksikan kepercayaan investor.
“Credit rating kita merefleksikan pondasi ekonomi kita cukup baik untuk membuat kita masih bisa untuk melakukan refinancing terhadap utang yang jatuh tempo tersebut,” kata dia.
Perlu diketahui, pemerintah presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan menghadapi utang yang menumpuk ketika menjabat.
Mengutip data profil jatuh tempo utang DJPPR, pada tahun pertama Prabowo utang jatuh tempo akan mencapai Rp800,33 triliun atau meningkat dua kali lipat dibandingkan 2024.
Di tahun kedua pemerintahannya, Prabowo masih harus menghadapi utang jatuh tempo yang menggunung, yakni Rp803,19 triliun. Kondisi itu berlanjut pada 2027 dengan jumlah utang jatuh tempo mencapai Rp802,61 triliun. Pada 2028, utang jatuh tempo baru berkurang sedikit yakni sebesar Rp719,81 triliun.
Sumber Artikel : CNBCIndonesia.com