PALU, KONTEKS SULAWESI – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulawesi Tengah, menyebut Desa Bainaa Barat, Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, menduduki peringkat 1 sangat rentan pangan.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Sulawesi Tengah, Ahfan pada Rapat Evaluasi Aksi Inovasi Terminal dan Transportasi Pangan Terpadu (Tetra-Pandu) Tahun 2024 dan Perencanaan Tahun 2025, disalah satu hotel di Kota Palu, Selasa (12/11/2024).
“Jadi ada dua desa di wilayah Sulawesi Tengah, yang masuk peringkat 1 sangat rentan pangan. Diantaranya Desa Bainaa Barat, Kecamatan Tinombo, Parigi Moutong dan Desa Ongulara, Kecamatan Banawa Selatan, Donggala. Sedangkan peringkat 2 sangat rentan pangan, ditempati Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dari dua desa dan satu kelurahan yang masuk kategori sangat rentan pangan tersebut, akan menjadi fokus program atau pilot project pelaksanaan inovasi Tetra-Pandu di 2025.
Ia juga mengatakan, berdasarkan analisis dan evaluasi data dari Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Sulawesi Tengah pada 2022, telah terjadi peningkatan daerah rawan pangan untuk prioritas 1. Yang mana meningkat sebanyak 25 kecamatan dari 4 kecamatan di tahun 2021.
Sementara, daerah rawan pangan untuk prioritas 2, kata ia, juga meningkat sebanyak 26 kecamatan di 2022 dari 10 kecamatan pada tahun 2021.
“Sedangkan prioritas 3 agak rawan pangan, juga meningkat menjadi 35 kecamatan pada tahun 2022 dari 27 kecamatan selama periode 2021,” tuturnya.
Ahfan menuturkan, bahwa penyebab peningkatan daerah rawan pangan tersebut diakibatkan oleh beberapa hal. Diantaranya, turunnya jumlah produksi pertanian akibat perubahan iklim yang tidak menentu, naiknya harga pangan sehingga menyebabkan inflasi serta distribusi pangan yang belum maksimal.
“Distribusi pangan menjadi hal paling utama dari permasalahan ini. Pasalnya, distribusi yang dilaksanakan belum maksimal untuk mencapai daerah-daerah yang membutuhkan pangan, seperti di daerah pegunungan, kepulauan, lembah dan wilayah perbatasan,” kata Ahfan.
Menurutnya, untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan inovasi serta intervensi langsung dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Dengan cara, menentukan mekanisme sentra (terminal) pangan dan distribusi (transportasi) pangan untuk meningkatkan penyediaan hingga pemanfaatan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat Sulawesi Tengah.
“Tentunya pelaksanaan inovasi di tahun 2025 akan disempurnakan dengan mekanisme pelibatan daerah penyangga atau desa penyangga, sehingga intervensi penurunan daerah rawan pangan yang dilaksanakan di wilayah Sulawesi Tengah, dapat lebih dirasakan secara merata oleh masyarakat,” jelas Ahfan.
Ia juga berharap ke depan, inovasi ini akan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat. Dengan begitu, target penurunan persentase daerah rawan pangan di Sulawesi Tengah dapat tercapai.
“Semoga rencana aksi inovasi Tetra-Pandu di tahun 2025 dapat memberikan hasil yang baik. Untuk itu saya mengajak kita semua, terus optimis dan bertanggung jawab, sebab untuk mencapai hasil ini dibutuhkan keterlibatan dan kerja sama perangkat daerah serta seluruh tim pelaksana baik ditingkat provinsi, kabupaten, kota maupun desa,” pungkasnya.
Rapat evaluasi ini mengangkat tema ‘Desain Inovasi Penurunan Daerah Rawan Pangan Sebagai Input Penyelenggaraan Pembangunan Pangan Menuju Sulawesi Tengah Emas 2045’.
Turut hadir pada pertemuan tersebut Kepala Perangkat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Kepala Instansi Vertikal, Kepala Bappeda Kabupaten dan Kota, Camat, Kepala Desa/Lurah Pilot Project Program Tetra-Pandu, Tim Akademisi Tetra-Pandu dan Tim Pelaksana Tetra- Pandu Provinsi Sulawesi Tengah.
Dalam pelaksanaan Aksi Inovasi Tetra-Pandu di 2025, turut melibatkan 19 instansi/lembaga dilingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Lembaga Swadaya Masyarakat Mombine Palu.
Laporan : Wahab Usman