JAKARTA, KONTEKS SULAWESI – Pengaduan terhadap petugas penagihan atau debt collector yang diterima Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus naik. Per Juli 2024, ada 573 pengaduan berindikasi pelanggaran penagihan.
Raihan ini naik dari bulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 411 pengaduan konsumen. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan indikasi pelanggaran penagihan tersebut kebanyakan terkait pembiayaan dari perusahaan financial technology (Fintech).
“Yang paling banyak dikeluhkan dari fintech dan pembiayaan apa yang dilanggar? Ancaman, kata kasar, dan lainnya,” ungkap Friderica yang kerap disapa Kiki tersebut, dalam Konferensi Pers RDKB OJK, Senin (5/8/2024).
Kiki merinci, aduan tertinggi datang dari industri fintech lending yang mencatat sebanyak 29.000 pengaduan. Sementara itu, 5.000 aduan berasal dari multifinance, dan 5.000 lainnya dari perbankan.
Atas hal ini, serangkaian penegakan ketentuan terus dilakukan. Termasuk dengan menjatuhkan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang melanggar POJK nomor 22 tahun 2023 tersebut.
Meski demikian, OJK menegaskan bahwa aturan tersebut tidak dimaksudkan untuk melindungi konsumen nakal yang sengaja tidak membayar utangnya.
“Jadi PUJK dan konsumen punya kewajiban yang sama-sama harus dipenuhi,” kata dia.
Dalam kesempatan terpisah, Kiki pun mengimbau agar masyarakat tidak ragu untuk melaporkan kepada OJK melalui saluran pengaduan yang telah disediakan.
Melalui pengenaan sanksi ini, OJK berharap agar hal ini menjadi awareness bagi PUJK untuk senantiasa mematuhi ketentuan khususnya POJK 22 Tahun 2023.
Sumber Artikel : CNBCIndonesia.com