PARIMO, KONTEKS SULAWESI – Kepala SMA Negeri 1 (SMANSA) Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Ardin mengungkapkan awal mula terjadinya kasus dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap siswi F (16) yang dilakukan guru berinisial AM, pada Selasa (5/11/2024).
Ardin menjelaskan, peristiwa itu terjadi bermula ketika siswi F melontarkan perkataan yang tidak menyenangkan kepada guru AM, saat meninggalkan rapat ekstrakulikuler.
“Sebagai guru, tentunya AM merasa tidak enak karena mendengar perkatan siswi F yang mengatakan, ada saya tampeleng mem itu,” kata Kepsek Ardin, di Parigi, Rabu (6/11/2024).
Ia mengatakan, guru AM memang telah mengakui, jika sempat memegang kerak baju korban saat kejadian, karena sikap menantang yang ditunjukan siswi F.
Ia pun membantah, jika guru AM mendorong siswa F saat kejadian. Korban terjatuh, disebabkan karena saling lerai yang dilakukan siswa lainnya.
“Jadi jatuhnya F, bukan karena adanya dorongan dari AM. Jatuhnya juga, bukan dari atas ke lantai bawah, itu tidak betul. Jadi saya mohon supaya ini bisa diluruskan,” jelasnya.
Selain itu, Ardin meyakini, guru di SMANSA Parigi yang dipimpinnya tidak mungkin melakukan tindakan penganiayaan terhadap siswanya.
“Hanya guru gila yang akan melakukan hal seperti itu, dan tanpa penyebab. Saya berharap kepada media agar bisa mengklarifikasi kejadian yang sesungguhnya,” tukasnya.
Selaku Kepsek SMANSA Parigi, ia meminta kepada pihak orang tua siswi F agar menyelesaikan persoalan tersebut melalui proses mediasi.
Sebab, lanjut Ardin, para peserta didik yang mengenyam pendidikan di SMANSA Parigi merupakan anaknya juga.
“Jadi saya bermohon kepada orang tua siswi, dan beberapa kali saya meminta maaf, kalau boleh peristiwa ini bisa dimediasi,” pintanya.
Atas kejadian ini, pihak sekolah akan segera melakukan rapat. Hal itu, juga merupakan bagian dari tindak lanjut atas desakan para guru, agar sekolah tidak menjadi bulan – bulanan.
“Terkait adanya guru yang melihat dugaan penganiayaan tersebut, dan terkesan melakukan pembiaran, itu tidak benar. Guru-guru hanya melihat melalui CCTV, yang lihat itu hanya anak-anak, karena kasus itu terjadi saat jam belajar,” pungkasnya.
Laporan : Bambang Istanto